KISAH~"Ibu Yang Di Singkirkan Anak-Anaknya"


Seorang perempuan tua renta memilih tinggal bersama anak bungsunya yang telah menikah. Semua anaknya yang lain telah menikah dan tinggal di luar kota. Perempuan itu merasa bahagia dapat tinggal bersama anaknya, apalagi ditambah kehadiran cucunya yang baru berusia enam tahun. Perempuan tua itu sudah sangat lemah dan lututnya sering gemetar tak kuat lagi menyangga beban tubuhnya sendiri. Tangannya pun sering bergetar saat memegang benda dan penglihatannya Pun sudah rabun.

Sudah menjadi tradisi keluarga setiap akhir bulan, seluruh anggota keluarga berkumpul untuk makan malam bersama. Di ruang makan yang cukup luas telah berkumpul semua anak-anak perempuan tua itu membawa serta keluarganya. Mereka sengaja datang dari luar kota untuk merayakan tradisi keluarga yang sudah sejak dulu dilakukan. Saat seperti inilah yang sangat dinanti sang perempuan tua itu.




Pada saat makan malam seperti inilah terkadang perempuan tua yang sudah pikun sering membuat kacau acara. Tangannya yang lemah dan gemetar serta penglihatan yang mulai rabun, membuatnya sulit untuk memilih serta menyantap makanan. Tak jarang sendok dan garpu jatuh ke lantai dan sayur sup tumpah membasahi taplak meja karena tak mampu lagi menyangga mangkuk sup.

Semua anak dan menantunya menjadi jengkel dan gusar dengan ulah perempuan tua ini. Mereka merasa sangat direpotkan dengan semua kejadian itu. Ankanya yang sulung berkata, "Kita harus melakukan sesuatu. Aku sudah muak dan bosan melihat kejadian seperti ini terus-menerus sehingga kita tidak bisa menikmati makanan yang kita santap".

Lalu, mereka akhirnya sepakat untuk membuatkan sebuah meja kecil untuk ibu mereka. Meja kecil itu ditempatkan di salah satu sudut ruang makan, terpisah dari meja makan utama. Di kursi serta meja itulah perempuan tua ini akan duduk untuk menikmati makan malamnya sendirian. Tak ada lagi kekacauan, jengkel dan gusar setelah itu. Semua anak-anaknya dan para menantunya makan dengan lahap tanpa terganggu oleh ulah sang ibu yang sering memecahkan piring serta gelas.

Begitulah seterusnya acara makan malam mereka tidak lagi terganggu hingga mereka benar-benar menikmati kelezatan makanan yang mereka santap. Sementara di sudut ruang perempuan itu tetap berusaha menikmati makan malamnya meski kali ini ia harus tersingkir dari anak-anaknya sendiri. Perempuan tua itu merasa sangat sedih dan air matanya mengucur melewati gurat keriput di pipinya saat ia menyuapkan nasi ke mulutnya yang tak lagi bergigi.

Sejak si nenek disingkirkan di sudut ruangan, cucunya yang biasa bermain dengannya merekam semua kejadian yang menimpa neneknya itu kedalam otak. Setiap acara makan malam bersama keluarga, ia selalu melihat kesedihan diwajah sang neneknya. Suatu malam setelah acara makan malam bersama selesai, ia mengambil sepotong kayu dan meraut kedua ujungnya. Ayahnya yang melihat hal itu lalu bertanya, "Nak, kamu sedang membuat apa?" Oh, Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu, seperti halnya Ayah membuatkan untuk nenek. Kalau Ayah dan ibu sudah tua seperti nenek, aku akan meletakkan meja ini di sudut ruang makan persis seperti nenek." jawab anak itu sembari melanjutkan pekerjaannya.




Jawaban spontan itu membuat kedua orang tuanya terkejut dan sangat terpukul. Mereka tidak menyangka bahwa anaknya yang baru berumur enam tahun mampu berkata seperti itu. Bersamaan dengan itu airmata mulai mengalir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata terucap, mereka mengerti ada sesuatu yang harus diperbaiki.

Setelah kejadian malam itu, si bungsu selalu memapah neneknya ke meja makan untuk bersantap dan duduk berkumpul bersama. Tak ada lagi omelan yang keluar dari mulut mereka pada saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak meja ternoda. Mereka makan bersama lagi di meja utama dan anak kecil itu kini tak lagi meraut untuk membuat meja kayu.

Kisah ini menjadi sebuah peringatan dan cambuk bagi diri kita. Jangan-jangan selama ini setelah mencapai puncak kesuksesan membuat kita lupa dengan orang yang justru sangat berjasa dalam hidup. Ibu kita orang yang paling besar jasanya dalam pencapaian kesuksesan kita. Beliaulah yang menjadi perantara Tuhan hingga akhirnya kita sampai ke dunia. Maka masih pantaskah kita berlaku tak sopan, tak menghormati, membantah, merasa angkuh dan berpikir bahwa sukses serta pencapaian hidup kita adalah hasil kerja keras kita saja?

Bahkan masih ada banyak lagi orang lain yang tanpa kita ketahui terus-menerus memberikan doa dan dukungan kepada kita dalam diam mereka selalu mengharapkan kesuksesan untuk kita. Mereka adalah orang-orang yang mungkin selama ini sering kita lupakan, sering kita zalimi, ejek, caci maki namun ternyata mereka adalah orang-orang luar biasa mulia yang justru di dengar doanya oleh Tuhan yang memohonkan kebaikan untuk diri kita dan dikabulakan oleh Tuhan.


No comments:

Post a Comment