Pandangan Keliru terhadap Kegagalan



Anda mungkin pernah jalan-jalan menikmati liburan bersama keluarga atau rekan bisnis atau mungkin dapat reward dari tempat Anda bekerja, sehingga bisa jalan-jalan liburan ke Eropa tepatnya di Italia. Anda tentu mengenal menara miring yang berada di kota Pisa, Italia. Namun di kesempatan kali ini penulis tidak akan membahas tentang siapa arsitektur menara itu, berapa lama waktu dibutuhkan menyelesaikannya, atau berapa biaya yang dihabiskan untuk membuatnya.

Awalnya tahun 1173, menara Pisa diniatkan dibangun sebagai menara lonceng katedral dengan rancangan posisi tegak vertikal. Namun saat proses pengerjaan menara ini menjadi miring  akibat penurunan sebagian permukaan tanah tempat menara itu berdiri. Meskipun begitu, dalam jangka waktu yang sangat lama, pembangunan menara tetap dilanjutkan. Tahun 1373 berkat kerja keras para insinyur dalam memahami karakteristik tanah dan mengakali perubahan bentuk bangunan, akhirnya menara Pisa selesai dibangun dan tetap berdiri dengan posisi miring. Ini sungguh luar biasa...

Dari pembangunan menara Pisa, kita bisa ambil suatu algoritme pembelajaran. Bagaimana tidak? Andai dulu pembangunan menara itu tidak dilanjutkan, apakah kini semua mata dipenjuru dunia bisa menikmatinya sebagai salah satu bangunan bersejarah yang unik sekaligus memukau? Jelas tidak. Bila saja dulu si pembuat menara berpikir bahwa Pisa adalah proyek gagal, menara itu tidak akan pernah ada, bukan? Yang perlu di garis bawahi saat kita berpikir untuk berhenti berupaya karena proses pencapaian tidak sejalan dengan maksud awal, saat itu pula kita pasti berhenti tanpa mencoba melihat kemungkinan atau cara lain. Dan dengan begitu kita benar-benar telah gagal. Jika semuanya bisa kita capai dengan mudah, kita tidak akan mengenal makna berjuang, bukan?




Pembaca yang budiman, kita mesti lentur terhadap melakukan perubahan, jika memang ingin berhasil. Tapi pastikan perubahan itu masih menempatkan kita pada koridor cita-cita yang hendak dituju. Sebab dalam perjalanan menuju kesuksesan tak jarang kita diperhadapkan dengan berbagai potensi kegagalan. Awalnya kita berniat 'A', namun dalam perjalanan justru yang terjadi 'B', entah itu karena kelalaian kita sendiri ataupun karena faktor eksternal yang diluar kendali. Disaat seperti itulah kita butuh perubahan sebagai bentuk penyesuaian strategi. Apalagi bila kita sudah jelas-jelas gagal, perubahan mutlak diperlukan.

Maka dari itu tak perlulah kita terlalu merisaukan kegagalan yang sudah atau sedang menyambangi. Apalagi sampai mengutuk diri sendiri. Biasanya ketika kegagalan datang, banyak orang akan menyalahkan diri sendiri ataupun orang lain, menudingnya sebagai penyebab kegagalan itu. Sebisa mungkin hindarilah sikap seperti itu. Sikap yang demikian hanya akan membuat kita semakin sulit keluar dari belenggu kegagalan, serta menghambat upaya kembali bangkit dan menata ulang masa depan. Maafkanlah diri sendiri, maafkanlah orang lain yang kita nilai sebagai penyebab kegagalan itu.

Sayangnya masih banyak orang yang begitu "nyaman" menetap di zona kegagalannya. Mereka susah sekali mengurai benang kusut kegagalan dan keluar dari belenggunya. Ada beberapa penyebab mengapa susah keluar dari fase kegagalan. Penyebab utamanya, mereka memelihara pola pikir atau cara pandang yang keliru mengenai kegagalan.

Pertama, pandangan bahwa kegagalan tak bisa diperbaiki.
Kejadiannya memang tak bisa diubah. Tetapi pola pikir kita tentang kegagalan , jelas bisa diubah. Maafkanlah diri sendiri. Maafkanlah orang-orang yang menyebabkan kegagalan itu. Ubahlah pola pikir tentang kegagalan itu.  Pola pikir yang tepat akan mengarahkan kita pada pandangan bahwa kegagalan bukanlah sesuatu yang fatal. Karena selalu ada kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang menyebabkan kegagalan dimasa lalu.

Kedua, anggapan bahwa kegagalan merusak citra diri.
Sefatal apapun, jangan khawatir bahwa kesalahan yang membawa kita pada kegagalan akan selamanya melekat pada diri kita. Kesalahan yang pernah kita lakukan tidak akan menjadi ciri negatif yang abadi. Kita tak perlu berkecil hati. Jadikanlah kegagalan sebagai sebuah langkah menuju kehidupan yang lebih baik. Bukankah yang merusak citra diri justru ketika kita gagal lalu memilih untuk berhenti?

Ketiga, pikiran bahwa kegagalan adalah sebuah hasil akhir.
Jika kita gagal, bukan berarti kegagalan yang kita alami merupakan hasil akhir atas apa yang kita usahakan. Seperti halnya kesuksesan, kegagalan juga sebuah proses. Bisa jadi, kita gagal karena ada celah yang kita remehkan dalam proses mencapai tujuan. Nikmatilah saja kegagalan itu, karena dengan kegagalan kita bisa melakukan evaluasi diri. Jika kita berhasil menemukan kelemahan yang menyebabkan kegagalan, kita akan paham bahwa kegagalan adalah proses menuju kesuksesan yang tertunda. Mungkin sebenarnya kita tidak sedang gagal. Kita hanya terlanjur tergesa-gesa merasa gagal.




Kita Gagal, Bukan Berarti Kita Orang Gagal

Lagi-lagi itulah salah satu pandangan keliru tentang kegagalan. Jika dipelihara terus menerus, pandangan ini akan menghambat pertumbuhan pribadi seseorang. Karena itu penting bagi kita untuk selalu memelihara pola pikir yang tepat. Yakinlah ketika kita melakukan kegagalan, bukan berarti kita orang gagal, melainkan usaha kita yang sedang gagal.

Setiap mengalami kegagalan, cobalah untuk mencurigai diri sendiri, Benarkah kita sedang gagal? Jangan-jangan hanya sedang kecewa. Banyak orang menganggap dirinya gagal, padahal sebenarnya ia hanya sedang kecewa karena kondisi yang ia terima jauh dari harapan dan bayangannya. Jika ternyata itu hanya perasaan kecewa, tak ada alasan untuk tidak segera bangkit. Jangan sampai kita merasa kecewa yang lebih kronis hanya karena tak mampu mengatasi kecewa kecil yang kita anggap sebagai kegagalan.

Selama kita mau berbenah dan kembali bangkit untuk mencapai tujuan utama, kita bukanlah orang gagal. Justru kita akan benar-benar gagal jika tidak mempunyai itikad untuk membenahi diri atas kesalahan-kesalahan yang membuat kita gagal. Demikian juga kita adalah orang gagal jika menyerah pada kegagalan, mengutuk diri, hanyut dan tenggelam didalamnya. Seperti sebuah petuah mengatakan "Sejarah telah menunjukkan bahwa para pemenang yang paling dikagumi selalu menghadapi rintangan-rintangan yang memilukan sebelum mereka menang. Mereka akhirnya menjadi juara karena menolak untuk berputus asa dengan kekalahan-kekalahan mereka".

Jika kita dapat mengubah cara memandang kegagalan, kitapun akan mendapat kekuatan untuk terus mencoba tujuan yang sebelumnya gagal dicapai.



No comments:

Post a Comment